Our social:

Jumat, 10 Juni 2016

Puncak Lawu Saksi Bisu Protesku

Cukup Satu Kata Saja  'LAWAN'


Semrawutnya pemerintahan saat ini semakin tak terkendali. wajah-wajah hasil pesta demokrasi yang memoles tai menjadi nasi, mengemas batu menjadi permata hingga pemilih tak tau beda mana yang benar-benar batu mana yang asli mutiara.

Beragam media di manfaatkan untuk mencitrakan sudra menjadi brahma. bagi saya monyet lebih mempesona daripada mereka yang mencitrakan diri untuk mendapat simpati dalam menguasai beberapa posisi penting. 

Reklamasi semakin gencar di galakkan oleh para pengembang yang berjalan beriringan dengan kebijakan pemerintahan sebagai tameng kelancaran. belum selesai masalah reklamasi di Bali, sekarang di tambah reklamasi di jakarta yang sebenarnya sudah berlangsung beberapa bulan belakangan. 

Awak media beramai-ramai menyiarkan kasus reklamasi seraya tak setuju dengan isu itu. Tapi apa yang nampak di permukaan tak semanis yang kita telan. hanya beberapa minggu saja perlahan-lahan media menyurutkan liputannya. Lantas bagaimana kelanjutan kasus tersebut? mana solusi dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang seharusnya berlandaskan keadilan supaya terciptanya kemakmuran masyarakat.

Rasanya sudah tak ada lagi keberadaban manusia yang berlandaskan sila kedua dalam pancasila. Begitu besarnya rasa kecewa tak tahu harus mengadu kemana dalam setiap perjalanan aku sampaikan pesan di ketinggian.

Sebab saya bukan widji tukul yang melancarkan protesnya dengan barisan puisinya yang tajam, dan aku bukan cak nun yang berjuang melawan ketidak adilan dengan mereformasi pemerintahan hingga runtuhnya orde lama. tetapi dari beliau berdua saya belajar banyak pemahaman dalam satu kata yang tersurat maupun tersirat. yaitu 'LAWAN'


0 komentar:

Posting Komentar